DARI MASYARAKAT UNTUK SSB
SSB SETIA JUNIOR, MELANGKAH DARI NOL UNTUK SEPAK BOLA
INDONESIA LEBIH BAIK
SSB Setia Junior adalah salah satu sekolah sepak bola pinggiran di daerah lapangan Koni cagar alam Depok. Yulis Iswadi penggagas lahirnya ssb ini secara spontan karena melihat banyaknya anak usia dini bermain sepak bola di lapangan Koni tanpa memakai sepatu dan terkesan liar. Melihat fenomena seperti itu, dia mencoba memdekati satu persatu dan menggali informasi kenapa mereka tidak dibina secara tepat sehingga menjadi pemain sepak bola untuk masa depannya.
Sungguh tercengang ketika mendapat jawaban dari apa yang selama ini mengganjal dalam pikiran seorang Yulis Iswadi, ternyata anak anak disekitar enggan beli sepatu bola walaupun harga terjangkau tapi ada kebutuhan lain dari orang tua mereka yang lebih penting dari pada sekedar membeli sepatu sepak bola. Dengan tekad yang kuat dan modal seadanya dicoba untuk mendirikan sekolah sepak bola dengan nama SSB SETIA JUNIOR, satu persatu anak anak yang tadinya bermain sepak bola ala kadarnya, diajak bergabung diajarkan cara menendang bola bekerja sama team, dribling dan passing.
Tidak lama antusias warga untuk mendukung anaknya bergabung bersama ssb setia junior sangat tinggi, hanya dalam hitungan bulan seratus lebih jumlah siswa terjaring, disini mulai timbul permasalahan. Yulis harus menambah perlengkapan latihan, harganya lumayan tapi dengan kondisi perekonomiannya juga yang pas pasan maka dibebankan iuran per anak tiga ribu rupiah per latihan. Mereka masih dengan semangat tinggi mengikuti latihan.
Dengan modal latihan berbulan bulan mulai diajak sparing dengan ssb lain untuk evaluasi seberapa tehnik yang mereka dapatkan dan kuasai, semakin percaya diri mulai diajak mengikuti turnamen dan invitation. Sebuah turnamen yang diikuti tidak ada yang gratis, tiap peserta harus membayar uang pendaftaran, transportasi, konsumsi semua ditanggung peserta turnamen yang rata rata 100 ribu rupiah tiap peserta sekali turnamen. Disini orang tua mulai berpikir ulang untuk tetap bergabung di sekolah sepak bola, satu per satu mundur lama lama hanya beberapa yang masih bertahan adalah orang tua nya hobby dengan sepak bola.
Sekarang masih ada empat puluh siswa dari beberapa kelompok umur tetap di SSB SETIA JUNIOR bahu membahu membiayai operasional termasuk biaya turnamen. Dari beberapa orang tua membentuk kepengurusan bermusyawarah agar tetap bisa bertahan sekolah sepak bola yang selama ini telah berkontribusi banyak terhadap perkembangan sepak bola walaupun hanya sebatas wilayah Depok, tetapi sebenarnya ada hal yang jauh lebih penting yaitu menghindarkan anak anak remaja hususnya dari pergaulan negatif bahaya narkoba.
Disini penulis menggaris bawahi:
Banyak sekali potensi pemain bola di negri ini hususnya usia dini tidak tersentuh oleh penyelenggara sepak bola Indonesia yaitu PSSI, ssb yang ada belum menampung semua kalangan terutama masyarakat menengah kebawah.
Ssb yang terafiliasi oleh PSSI harus mengikuti standart statuta PSSI yang artinya perlu dana yang besar untuk mengikuti statuta pssi yang sangat sulit dijangkau oleh ssb pinggiran sekelas setia junior.
SSB adalah pendidikan non formal, spenuhnya dikelola secara swadaya oleh penyelenggara, biaya kebanyakan ditanggung oleh orang tua siswa dan yang harus diingat *TIDAK SEMUA SISWA SSB AKAN MENJADI PEMAIN SEPAK BOLA PROFESIONAL*
Oleh karena itu pemerintah maupun PSSI seharusnya memberi bantuan finansial atau fasilitas buat ssb pinggiran agar mereka bisa diberikan kesempatan yang sama untuk berprestasi dibidang sepak bola.
Visi setia junior :
JANGAN JADIKAN FAKTOR EKONOMI UNTUK MENGHAMBAT BERLATIH SEPAK BOLA
Misi kami :
MEMBERI KESEMPATAN YANG SAMA UNTUK SEMUA LAPISAN MASYARAKATMERAIH PRESTASI DI SEPAK BOLA
DEPOK 13 Juli 2020
Achdjo, ketua ssb setia junior, pemerhati ssb pinggiran
SSB SETIA JUNIOR, MELANGKAH DARI NOL UNTUK SEPAK BOLA
INDONESIA LEBIH BAIK
SSB Setia Junior adalah salah satu sekolah sepak bola pinggiran di daerah lapangan Koni cagar alam Depok. Yulis Iswadi penggagas lahirnya ssb ini secara spontan karena melihat banyaknya anak usia dini bermain sepak bola di lapangan Koni tanpa memakai sepatu dan terkesan liar. Melihat fenomena seperti itu, dia mencoba memdekati satu persatu dan menggali informasi kenapa mereka tidak dibina secara tepat sehingga menjadi pemain sepak bola untuk masa depannya.
Sungguh tercengang ketika mendapat jawaban dari apa yang selama ini mengganjal dalam pikiran seorang Yulis Iswadi, ternyata anak anak disekitar enggan beli sepatu bola walaupun harga terjangkau tapi ada kebutuhan lain dari orang tua mereka yang lebih penting dari pada sekedar membeli sepatu sepak bola. Dengan tekad yang kuat dan modal seadanya dicoba untuk mendirikan sekolah sepak bola dengan nama SSB SETIA JUNIOR, satu persatu anak anak yang tadinya bermain sepak bola ala kadarnya, diajak bergabung diajarkan cara menendang bola bekerja sama team, dribling dan passing.
Tidak lama antusias warga untuk mendukung anaknya bergabung bersama ssb setia junior sangat tinggi, hanya dalam hitungan bulan seratus lebih jumlah siswa terjaring, disini mulai timbul permasalahan. Yulis harus menambah perlengkapan latihan, harganya lumayan tapi dengan kondisi perekonomiannya juga yang pas pasan maka dibebankan iuran per anak tiga ribu rupiah per latihan. Mereka masih dengan semangat tinggi mengikuti latihan.
Dengan modal latihan berbulan bulan mulai diajak sparing dengan ssb lain untuk evaluasi seberapa tehnik yang mereka dapatkan dan kuasai, semakin percaya diri mulai diajak mengikuti turnamen dan invitation. Sebuah turnamen yang diikuti tidak ada yang gratis, tiap peserta harus membayar uang pendaftaran, transportasi, konsumsi semua ditanggung peserta turnamen yang rata rata 100 ribu rupiah tiap peserta sekali turnamen. Disini orang tua mulai berpikir ulang untuk tetap bergabung di sekolah sepak bola, satu per satu mundur lama lama hanya beberapa yang masih bertahan adalah orang tua nya hobby dengan sepak bola.
Sekarang masih ada empat puluh siswa dari beberapa kelompok umur tetap di SSB SETIA JUNIOR bahu membahu membiayai operasional termasuk biaya turnamen. Dari beberapa orang tua membentuk kepengurusan bermusyawarah agar tetap bisa bertahan sekolah sepak bola yang selama ini telah berkontribusi banyak terhadap perkembangan sepak bola walaupun hanya sebatas wilayah Depok, tetapi sebenarnya ada hal yang jauh lebih penting yaitu menghindarkan anak anak remaja hususnya dari pergaulan negatif bahaya narkoba.
Disini penulis menggaris bawahi:
Banyak sekali potensi pemain bola di negri ini hususnya usia dini tidak tersentuh oleh penyelenggara sepak bola Indonesia yaitu PSSI, ssb yang ada belum menampung semua kalangan terutama masyarakat menengah kebawah.
Ssb yang terafiliasi oleh PSSI harus mengikuti standart statuta PSSI yang artinya perlu dana yang besar untuk mengikuti statuta pssi yang sangat sulit dijangkau oleh ssb pinggiran sekelas setia junior.
SSB adalah pendidikan non formal, spenuhnya dikelola secara swadaya oleh penyelenggara, biaya kebanyakan ditanggung oleh orang tua siswa dan yang harus diingat *TIDAK SEMUA SISWA SSB AKAN MENJADI PEMAIN SEPAK BOLA PROFESIONAL*
Oleh karena itu pemerintah maupun PSSI seharusnya memberi bantuan finansial atau fasilitas buat ssb pinggiran agar mereka bisa diberikan kesempatan yang sama untuk berprestasi dibidang sepak bola.
Visi setia junior :
JANGAN JADIKAN FAKTOR EKONOMI UNTUK MENGHAMBAT BERLATIH SEPAK BOLA
Misi kami :
MEMBERI KESEMPATAN YANG SAMA UNTUK SEMUA LAPISAN MASYARAKATMERAIH PRESTASI DI SEPAK BOLA
DEPOK 13 Juli 2020
Achdjo, ketua ssb setia junior, pemerhati ssb pinggiran
Komentar
Posting Komentar